Sabtu, 07 Mei 2011

Masyarakat Multikultural di Pulau Lombok

Pulau Lombok (jumlah penduduk pada tahun 2001: 2.722.123 jiwa) adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelat barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau ini kurang lebih berbentuk bulat dengan semacam "ekor" di sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Luas pulau ini mencapai 5.435 km², menempatkannya pada peringkat 108 dari daftar pulau berdasarkan luasnya di dunia. Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram.

Berikut ini adalah perkembangan masyarakat multikultural di pulau Lombok (NTB) :

· Berdasarkan Ras

Ras adalah sekelompok bangsa yang didasarkan pada ciri-ciri fisik seperti tinggi badan, warna kulit, warna rambut, bentuk rambut, dan lain-lain. Masyarakat di NTB (Nusa Tenggara Barat), lebih tepatnya di pulau Lombok, merupakan ras Melayu Tua (Proto Melayu).

Ras Melayu Tua (Proto Melayu) memiliki kulit sawo matang, bertubuh tidak terlalu tinggi, dan berambut lurus. Ras ini berasal dari Tionghoa bagian Selatan (Yunan).

· Berdasarkan Suku Bangsa

Suku bangsa adalah suatu kelompok sosial yang memiliki corak kebudayaan yang khas. Berikut adalah salah satu suku bangsa yang ada di pulau Lombok :

Suku Sasak

Penduduk asli pulau Lombok di dominasi oleh suku Sasak yang mendiami daerah bagian selatan dan utara Pulau Lombok dan sebagian besar penduduk asli pulau Lombok berdomisili di perbukitan dan pegunungan.

Masyarakat Suku Sasak menyebut Pulau Lombok dengan Gumi Sasak. Di Gumi Sasak inilah mereka menggantungkan harapan dan kehidupannya, menjalani rangkaian proses kehidupan dari generasi ke generasi.

Sasak dan Lombok mempunyai kaitan yang sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan, dimana keduanya terjalin menjadi satu satu yang berasal dari kata Sa'sa' Loombo, Sa' berarti satu, Loombo' artinyalurus. Dengan demikian, Sasak Lombok berarti satunya lurus, atau "satu-satunya kelurusan".

· Berdasarkan Bahasa

Disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, penduduk pulau Lombok (terutama suku Sasak) menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa utama dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Sasak adalah bahasa yang sangat sederhana, paling banyak terdiri dari dua suku kata. Cukup dengan menambahkan kata "timur" atau "barat", dan "utara" atau "selatan". Misal, mamben lauq, mamben daye. Kemudian apabila di tempat tersebut berdiri sebuah pohon, misalnya pohon asam, maka dusun yang dicarikan nama itu, cukup dinamakan dengan "Dasan Bagik" (bagik = asam).

Bahasa Sasak dapat dijumpai dalam empat macam dialek yang berbeda yakni dialek Lombok utara , tengah, timur laut dan tenggara. Selain itu dengan banyaknya penduduk suku Bali yang berdiam di Lombok di beberapa tempat terutama di Lombok Barat dan Kotamadya Mataram dapat dijumpai perkampungan yang menggunakanbahasa Bali sebagai bahasa percakapan sehari-hari.

· Berdasarkan Agama

Sebagian besar penduduk pulau Lombok terutama suku Sasak menganut agama Islam. Agama kedua terbesar yang dianut di pulau ini adalah agama Hindu, yang dipeluk oleh para penduduk keturunan Bali yang berjumlah sekitar 15% dari seluruh populasi di sana. Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga dapat dijumpai, dan terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis yang bermukim di pulau ini.

Di Kabupaten Lombok Utara, tepatnya di daerah Bayan, terutama di kalangan mereka yang berusia lanjut, masih dapat dijumpai para penganut aliranIslam Wetu Telu (waktu tiga). Tidak seperti umumnya penganut ajaran Islam yang melakukan salat lima kali dalam sehari, para penganut ajaran ini mempraktikan salat wajib hanya pada tiga waktu saja. Konon hal ini terjadi karena penyebar Islam saat itu mengajarkan Islam secara bertahap dan karena suatu hal tidak sempat menyempurnakan dakwahnya.

Suku Sasak bersandar pada Sa'sa' Loombo", sebagai sesuatu yang diyakini, dimana hal ini berpengaruh positif dalam hidup dan kehidupannya. Hal ini bisa kita saksikan dalam sikap-sikap dalam kehidupannya, yaitu, penyerahan diri kepada Tuhan (Tauhid), taat kepada Tuhan, taat kepada pemerintah dan taat kepada orang tua.

Suku Sasak sangat memegang teguh apa yang diajarkan sebelumnya, misalnya, penyebaran agama Islam pada awal masuknya di Pulau Lombok, yang sholat hanya para mubalig, karena begitu taatnya mereka pada guru yang mengajarkannya, mereka akan terus melakukan apa yang diajarkan dari guru pertamanya tersebut, hal ini bisa disaksikan pada masyarakat yang dinamakan "Islam Waktu Telu".

Suku Sasak sangat taat kepada orang tuanya (ibu bapak atau orang yang lebih tua), jika orang tua telah memiliki pendapat atau saran, maka yang lainnya harus ikut pada pendapat atau saran tersebut. Kejujuran dan kesederhanaan, mereka menganggap bahwa orang yang lebih tua, patut untuk dihormati, dan mereka tidak akan membohonginya, inilah yang menjadi dasar bagi masyarakat Waktu Telu pada masa transisinya, bahwa untuk menjalankan syari'at agama, lebih banyak diserahkan kepada kyai dan pemangkunya.

Orang Sasak sangat taat dalam menjalankan ajaran agamanya, adanya ajaran taat kepada Tuhan, taat kepada Rasul, dan taat kepada pemerintah, merupakan ajaran yang harus dijalankan secara murni dan apa adanya. Ini jugalah yang merupakan salah satu titik lemah dari masyarakat Sasak, yang menyerahkan bulat-bulat semua persoalannya kepada pemimpinnya. Kalaupun ada yang kemudian ternyata menipunya, mereka juga tidak akan memberikan reaksi yang berlebihan, mereka hanya akan menggerutu dalam Bahasa Sasak, "ia penje ia penjahit, ia pete ia dait, bagus pete bagus tedait, lenge pete lenge tedait".


· Berdasarkan Gender

Dalam masyarakat Lombok, walaupun hanya sebagian saja masih menganut sistem patriarki. Sistem patriarki adalah sistem yang lebih mengakui kekuasaan laki-laki, sehingga perempuan dinomorduakan.

Dalam suku Sasak sistem patriarki pun juga berlaku. Sehingga para perempuan hanya bisa mengurus keluarganya saja, tanpa bisa berkarir. Pekerjaan mereka hanya memasak, dan membuat kain tenunan yang menjadi penghasilan dari mereka, untuk membantu keuangan keluarga.

Demikianlah perkembangan masyarakat multikultural di pulau Lombok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar